18 Oktober 2008

Tulisan pertama

lahir dan batin

Pada awal manusia kecil muncul pertama kali di dunia, manusia dewasa menamainya sebagai peristiwa lahir atau “lair” dalam bahasa manusia jawa dan mengacu pada makhluk yang keluar dari rahim seorang perempuan, terlepas dari diharapkan tidaknya kedatanganya oleh manusia dewasa. “Anaknya si X sudah lahir, anake si X wis lair” adalah penandanya. Lahir-lair disamakan dengan badan-wadag dan menunjuk pada bentuk tubuh dan kadang disamakan dengan pengertian kasar. Lalu, di manakah lawan pengertian dari lahir-lair-badan-wadag-kasar? Lalu muncul pula lawan pengertiannya yaitu batin – batin (= batos)- sukma –alus yang kenyataannya kadang terlupakan disebut kehadirannya bersama si lawan pengertian.

Pada satu titik, waktulah yang akan menyejajarkan kehadirannya secara bersamaan meskipun kenyataannya seringkali masih dibedakan penyebutannya berdasarkan waktu, tempat, suasana. Lahir-badan-wadag-kasar akan tinggal di tempat nyata - fana –dan tidak akan pernah sampai di tempat yang kekal, tempat itu disebut dunia. Sedangkan batin-batos-sukma-alus, akan pergi di suatu tempat yang tidak pernah kita tahu keberadaanya secara nyata- imajinatif - abadi yang dinamai sebagai akhirat. Sesudah itu, mulailah manusia mengerjar keabadian dengan menempatkan surga dan neraka sebagai arah tujuan mereka dalam hal baik-buruk, kasar-halus. Lalu, berlomba-lombalah orang di dunia tidak kekal-fana-kasar-wadag ini mencoba meraih keabadian-alus-imajinatif itu dan melupakan bahwa surga dan neraka juga hadir dalam keseharian. “Swarga-nerakaning donya tansinebut sajroning urip titah janma manungsa” “Surga neraka dunia yang tidak tersebut dalam hidup manusia”. Apakah manusia lupa bahwa surga dan neraka sangat dekat dengan kita dan bahkan kita sudah memasukinya berulang kali sepanjang hidup kita? Apakah kita sadar bahwa surga-neraka hanya sebelah menyebelah dengan sangat dekatnya? Apakah kita hanya berdebat bahwa surga dunia mengacu pada kesukaan sesat yang sesaat?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar