05 Oktober 2008

07 November 2007

SIKAT!!!!!!

Sikat dalam segala macam bentuknya adalah alat yang punya peran cukup besar dalam hidup manusia. Bayangkan kalau tidak ada sikat gigi dalam kehidupan kita, pasti dunia akan suram karena senyum indah tidak akan muncul dari mulut kita. Bangsa kita yang terkenal sebagai bangsa murah senyum akan berganti rupa menjadi bangsa yang dipenuhi muramnya wajah karena mulut tertutup. Mungkin hanya bayi poloslah satu-satunya makhluk hidup dari jenis manusia yang masih mengilhami kita untuk mengenal apa yang namanya senyum, masih merasakan bagaimana bermaknanya senyum untuk membagi rasa cinta dan bahagia. barangkali juga kita bisa berterima kasih kepada para jompo yang tidak harus menyikat lagi gigi mereka karena ketiadaan giginya.

Ah, tak dapat dibayangkan bagaimana dunia ini akan berseri kalau tidak ada gerakan " sikat habis korupsi" yang jelas-jelas merupakan budaya baru bagi negeri yang "baru" akan berumur 62 tahun. umur yang seharusnya cukup matang untuk ukuran orang yang tahu bagaimana harus "sikat- menyikat". Juga tak bisa digambarkan bagaimana hancurnya tunas anak negeri ini kalau tidak ada niat untuk " sikat narkoba".

Tetapi, apalah artinya harga diri kalau ternyata kita juga disuguhi suatu tontonan kotor sebagai "budaya mutakhir" yang disajikan para pejuang rakyat dengan "sikat dulu, urusan belakangan" yang ternyata masih juga melahirkan anakan budaya baru " sikat yang lain supaya tdiak jatuh malu". Dan ketika kotoran itu sudah bergulir, tidak ada sikat yang cukup besar untuk membersihkannya kecuali senjata pamungkas yaitu 'sapujagad' dengan melontarkan kesalahan pada pihak yang tidak jelas bentuknya, jagad media massa.


Budaya ini sungguh ironis karena seseorang merasa bisa menyikat siapa saja dengan sangat bangganya - bahkan berani manjanjikan bukti yang bisa dipakai sebagai "sikat' - tanpa rasa sungkan dan tanpa pertimbangan sebagai orang yang dianggap dewasa. Sikat yang seharusnya membersihkan menjadi tak bermakna dan bergelimang kekotoran.

Mungkin "sang sikat" seharusnya dikembalikan pada tempat yang semestinya sebagai alat untuk membersihkan segala yang bernoda, memberi keindahan dan warna kemanusiaan saja tanpa embel-embel dan imbuhan apapun yang semakin mencampakkan sisi indah hidup kita.

Mungkin kita juga harus lebih rajin menyikat gigi supaya warisan budaya lokal kita dengan "Senyumlah karena kita dikenal sebagai bangsa berbudaya yang tulus dalam tersenyum ", akan tetap hadir. Tak peduli bagaimana bencana meluluhlantakkan negeri kita ini. Tak peduli biarpun polah tingkah "manusia berbudaya baru" dalam memakai dan memaknai sikat yang terkadang untuk mengotori indahnya hidup dan bahagianya tersenyum.

Ah, memang sikat hanyalah sebuah kata, kata yang tidak jelas kadar budayanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar